Sejarah Singkat Idul Adha: Nabi Ibrahim yang Nyaris Sembelih Anaknya
Sejarah Singkat Idul Adha: Nabi Ibrahim yang Nyaris Sembelih Anaknya
Kisah atau sejarah qurban berawal dari persitiwa Nabi
Ibrahim yang akan menyembelih putranya Nabi Ismail. Kemudian disyiarkan oleh
Nabi terkahir Muhammad SAW yang menganjurkan umat Islam untuk menyembelih
qurban di hari raya Haji atau Idul Adha. Beginilah sejarah qurban dimulai dari
kisah Nabi Ibrahim sa dan nabi Ismail sa.
Telah dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim tidak memiliki anak
hingga di masa tuanya, lalu beliau berdoa kepada Allah.
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang
termasuk orang-orang yang saleh. (QS Ash-Shafaat [37] : 100)
Kemudian Allah memberikan kepadanya kabar gembira akan
lahirnya seorang anak yang sabar. Dialah Ismail, yang dilahirkan oleh Hajar.
Menurut para ahli sejarah, Nabi Ismail lahir ketika Nabi Ibrahim berusia 86
tahun. Wallahu a’lam.
Nabi Ibrahim kemudian membawa Hajar dan Ismail, yang waktu
masih bayi dan menyusu pada ibunya, ke Makkah. Pada saat itu di Makkah tidak
ada seorang pun dan tidak ada air. Nabi Ibrahim meninggalkan mereka disana
beserta geribah yang di dalamnya terdapat kurma serta bejana kulit yang berisi
air.
Setelah itu Nabi Ibrahim berangkat dan diikuti oleh Hajar
seraya berkata,
“Wahai Ibrahim, kemana engkau hendak pergi, apakah engkau
akan meninggalkan kami sedang di lembah ini tidak terdapat seorang manusia pun
dan tidak pula makanan apapun?”
Pertanyaan itu diucapkan berkali-kali, namun Nabi Ibrahim
tidak menoleh sama sekali, hingga akhirnya Hajar berkata kepadanya: “Apakah
Allah yang menyuruhmu melakukan ini?”
“Ya.” Jawab Nabi Ibrahim
“Kalau begitu kami tidak disia-siakan.” Dan setelah itu
Hajar pun kembali.
Ibrahim pun berangkat sehingga ketika telah jauh sampai di
Tsamiyah, beliau pun menghadapkan wajahnya ke Baitullah dan berdoa:
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan
sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat
rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar
mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung
kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka
bersyukur.” (QS Ibrahim [14] : 37)
Dan Hajar pun menyusui Ismail dan minum dari air yang
tersedia. Sehingga ketika air yang ada dalam bejana sudah habis, maka ia dan
puteranya pun merasa haus. Lalu Hajar melihat puteranya merengek-rengek.
Kemudian ia pergi dan tidak tega melihat anaknya tersebut. Maka ia mendapatkan
Shafa merupakan bukit yang terdekat dengannya. Lalu ia berdiri di atas bukit
itu dan menghadap lembah sembari melihat-lihat adakah orang di sana, tetapi ia
tidak mendapatkan seorang pun disana.
Setelah itu ia turum kembali dari Shafa dengan susah payah
sehingga sampai di lembah. Lalu ia mendatangi bukit Marwah lalu berdiri disana
seraya melihat-lihat adakah orang disana. Namun ia tidak mendapatkan seorang
pun disana. Ia lakukan itu – berlari-lari antara bukit Shafa dan Marwah –
sebanyak tujuh kali.
Setelah mendekati Marwah ia mendengar sebuah suara. Ia pun
berkata, “Diam!” Maksudnya untuk dirinya sendiri. Kemudian ia berusaha mendengar
lagi hingga ia pun mendengarnya.
“Engkau telah memperdengarkan. Adakah engkau dapat
menolong?”
Tiba-tiba ia mendapati Malaikat di dekat sumber air Zamzam.
Kemudian Malaikat itu menggali tanah dengan tumitnya sehingga muncullah air.
Selanjutnya Ibunda Ismail membendung air dengan tangannya
dan menciduknya dan air bertambah deras.
Nabi Muhammad bersabda:
“Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Ibu Ismail, jika
saja ia membiarkan Zamzam – atau Beliau berkata: ‘seandainya dia tidak menciduk
airnya- niscaya Zamzam menjadi mata air yang mengalir.”
Kemudian ibunda Ismail minum dari air itu dan menyusui
anaknya.
Ismail tumbuh menjadi besar dan belajar Bahasa Arab di
kalangan Bani Jurhum. Hingga pada suatu hari, ayahnya, Nabi Ibrahim datang
menjumpainya. Allah mengisahkannya di dalam Al-Qur’an:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersamasama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” (QS
Ash-Shafaat [37] : 102)
Nabi Ibrahim datang menjumpai anaknya untuk menyampaikan
perintah Allah agar menyembelihnya. Bisakah kalian bayangkan teman-teman?
Setelah menunggu bertahun-tahun, Nabi Ibrahim baru dikaruniai anak di usia
tuanya. Lalu beliau diperintahkan untuk meninggalkan anak dan isterinya di
suatu tempat asing yang jauh darinya dan tidak berpenghuni. Meskipun sangat
besar kecintaan beliau kepada keluarganya, namun beliau seorang yang teguh dan
taat terhadap perintah Allah. Tidak sedikitpun beliau bergeming, bahkan
bersegera ketika Allah memerintahkannya.
Nabi Ismail pun menjawab:
“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;
insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS
Ash-Shafaat [37] : 102)
Nabi Ismail meminta ayahnya untuk mengerjakan apa yang Allah
perintahkan. Dan beliu berjanji kepada ayahnya akan menjadi seorang yang sabar
dalam menjalani perintah itu. Sungguh mulia sifat Nabi Ismail. Allah memujinya
di dalam Al-Qur’an:
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail
(yang tersebut) di dalam Al Quraan. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar
janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.” (QS Maryam [19] : 54)
Allah melanjutkan kisahnya di dalam Al-Qur’an:
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim
membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).” (QS
Ash-Shafaat [37] : 103)
Nabi Ibrahim lalu membaringkan anaknya di atas pelipisnya
(pada bagian wajahnya) dan bersiap melakukan penyembelihan dan Ismail pun siap
menaati perintah ayahnya.
“Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu
sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak
itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash-Shafaat [37] : 104:107)
Allah menguji Nabi Ibrahim dengan perintah untuk menyembelih
anaknya tercinta, dan Nabi Ibrahim dan Ismail pun menunjukkan keteguhan,
ketaatan dan kesabaran mereka dalam menjalankan perintah itu. Lalu Allah
menggantikan dengan sembelihan besar, yakni berupa domba jantan dari Surga,
yang besar berwarna putih, bermata bagus, bertanduk serta diikat dengan rumput
samurah. Wallahu a’lam.
Demikianlah sejarah Ibadah qurban dari Nabi Ibrahim dan
Ismail yang kemudian menjadi ibadah sunnah yang utama bagi umat Islam di hari
Raya
ππ»ππ»ππ»
BalasHapusGood, tetap semangat dan terima kasih atas pengetahuannya
BalasHapusgood, thanks for the knowledgeπ
BalasHapusBagus ..enak di fahami..terimkasih
BalasHapusAlhamdulillah dpt ilmu baru
BalasHapusAlhamdulillah dpt ilmu baru
BalasHapusAlhamdulillah dpt ilmu baru
BalasHapusAlhamdulillah.. barakallah kak artikelnya
BalasHapus